Selasa, 13 September 2011

My Love Candy

My Love Candy
Oleh. Hanifah Tsabati

          “Marsha, cepetan!!!” gadis 17 tahun itu menggeliat di atas ranjang karena suara berisik barusan. Ia melihat ke arah jendela, matahari sudah menyambutnya pagi ini. Tangannya menghalang sinar yang langsung mengenai wajahnya, silau, lalu mata indahnya melirik jam weker, jarum pendek sudah berdiam di antara angka delapan dan tujuh. Itu artinya?? “Kenapa nggak ada yang bangunin Marsha?” ia bergegas menuruni tangga dan mengambil handuk.
            Marsha melangkah cepat setengah berlari menuju kamar, sudah tidak sempat lagi ia menengok wajah manisnya di depan cermin, sudah tergesa-gesa, dan tentu sudah malas melihat jam lagi. Marsha duduk cemberut di meja makan, mengambil roti bakar dan mulai mengolesnya dengan selai. ‘Lapar
            “Tidak perlu tergesa-gesa kan?” ia menoleh, kak Leifo mengangkat jas sekolahnya. Bahkan Marsha lupa ia belum memakai jas. “Mama papa sudah berangkat, kak?” Marsha berbasa-basi sambil terus mengunyah roti. Lezat..
            “Mungkin, aku belum melihat garasi” jawab Leifo.  Suara sepatunya membuat telinga Marsha berdenging. Setelah roti itu habis, Marsha bangkit meninggalkan meja makan, menggandeng manja pada Leifo. “Kita berangkat” Marsha tersenyum riang. “Let’s go!”
©©©

            “Seharusnya kamu bangunin aku tadi, itu semua kan gara-gara kamu” Marsha setengah berteriak di dalam mobil Leifo. Marsha melirik keluar jendela, sambil mendengar dia mengatakan sesuatu. “Oke aku maafin, sampai ketemu di sekolah, love you” Marsha menutup telepon. “gimana kabar pacarmu itu? Dia sudah jarang menghubungiku” Leifo bertanya pada Marsha sambil terus menancap gas dengan kecepatan anginnya.
            “Dia baik, dan tentu saja, dia mencintaiku, itu yang terpenting!” Marsha sok memberitahu Leifo, kakak laki-laki satu-satunya. Dengan senyum ceria Marsha, Leifo tau Marsha dan pacarnya baik-baik saja. Setelah dua puluh menit Marsha menempuh perjalanan, Marsha harus berganti tempat dari mobil Leifo ke sekolah pilihannya, Cooking School. Marsha turun dari mobil, dan berjalan anggun seperti biasa lalu mengambil buku pelajaran dalam rak. Dia menemukan secarik kertas biru muda dalam loker lalu membacanya.
            “Apaan, Sha?”
            “Nggak tau neeeh?” Marsha masih membaca bingung.
            “Siapa yang nulis?” Rinda melongokkan kepalanya, ngintip.
            Enggak tau!”
            “Dooor! Lagi ngapain nih? Kelas udah mau mulai tuh”
            “Ngagetin aja sih!” Rinda mengurut dadanya. “emank ada apa sih kalian berdua? Kok kayaknya serius banget?” Awan mulai penasaran.
            “Marsha dapet tulisan aneh di lokernya” Rinda memberitau. “Emm, biar aku tebak, pastiValentino kan? ngaku deh” Awan sok serius. Marsha langsung menoleh pada Awan, sepertinya Marsha bener-bener penasaran. “kayaknya bukan Val deh WanBaru dua puluh menit yang lalu dia menelpon Aneh!” Marsha memasukkan kertas itu ke dalam tas ranselnya.
            “Ehem, ingin mendapat kue busuk dalam rapor?” guru cake education berdiri di samping Marsha dan dua sahabatnya. Marsha dan kawannya tersenyum takut.
            “Kita mulai pelajaran hari ini, silahkan kalian buka bab baru, mengenai” guru Marsha terkenal galak itu berhenti berbicara karena melihat Val berdiri di pintu. Rinda berbisik di telinga Marsha, “Kenapa Val terlambat?” Marsha mengangkat bahu, bingung.
            “Buka halaman 67, ada murid yang sedang cari perhatian di sini” guru super judes itu menutup buku dan keluar kelas, lalu berjalan bersama Val.
©©©

            “Val, kamu kenapa? Aku sms nggak dibales, aku telpon malah dimatiin?” tegur Marsha saat Val berniat mengambil selai chocolate untuk cake buatannya.
            Val menjawab kalem, “oh, itu. Sorryaku sibuk.”
            “Sibuk? Kenapa nggak bilang? Aku nunggu Val” Marsha masih cemberut melihat respon Val. Sekilas dilihatnya Val yang cekatan membubuhi kismis di atas cake yang sudah indah dengan chocolate menggiur menghias cake.
            “Aku masih pacar kamu, Val kalo ada yang ingin kamu bicarain, aku bisa denger buat kamu tapi jangan gini donk!” Marsha masih merayu.
             “Mungkin ini yang terbaik buat kita Sha, sementara waktu ini aku pengen fokus di karya aku” Val menatap Marsha dengan sayang. Marsha tau ada sesuatu di balik itu semua, soal Valentino. Marsha hanya mengangguk mengerti. Val kembali sibuk.
            Marsha suka dengan cooking, ia suka mecoba resep-resep baru yang membuat teman-temannya kagum padanya. Sudah dua tahun ia sekolah di Cooking School, awalnya, orang tua Marsha tidak setuju, ada alasan klasik yang mengganggu orang tuanya, mama Marsha bilang perempuan memang sudah pandai memasak, sudah kodrat, tidak perlu ada latihan khusus untuk itu. Marsha bersi keras menggapai cita-cita itu. Dan ketika ia sudah berhasil masuk di sekolah itu, ia bertemu Valentino, laki-laki tampan berperawakan tinggi, pendiam, very introvert,  serta cool itu, sudah cukup membuat dirinya kagum pada Val.
            Val pandai memasak. Marsha sendiri sering memergokinya menulis resep baru di bukunya. Val belum tau perasaan Marsha yang lama kelamaan memberi perhatian pada Val. Sampai suatu hari, di hari valentine, Val memberikan chocolate crispy pada Marsha, terbungkus rapi di dalam kotak bersampul merah muda, di dapur besar sekolah ketika semua kawannya sibuk membuka Private Chocolate Shop Cooking School. Agenda sekolah yang rutin dilaksanakan di hari valentine.
            Val tidak melihat wajah Marsha yang tersenyum cerah, mendapat coklat special dari laki-laki yang disukainya. Seketika itu Marsha memeluknya, mungkin ia terlalu senang, kelewat senang malah. Val hanya tersenyum membalas pelukan Marsha. Sejak itu, mereka berdua resmi berpacaran.  Marsha tidak terlalu spesial buat Val, jika Val mau, ia bisa mendapat yang lebih baik dari Marsha, tetapi Val sudah menaruh hati terlebih dahulu kepada Marsha, gadis ceria pengagum bluberry.
©©©
Sepasang burung Kenari terbang rendah
Cericitnya seakan menyaingi kokok ayam pagi hari
Burung kenari sepasang, berwarna cerah
Indah bagai bianglala
Frappucino dan strawberry salad
Akan menemanimu di sini

            Marsha memegang jidatnya, bingung. Siapa yang mengiriminya kartu ini di pagi hari? Tidak ada inisial nama sama sekali, hanya kata-kata itu. Di meja makan sudah ada Frappucino dan strawberry salad, persis dengan yang ada di kartu itu.
            “Kak? Kenapa buru-buru? Bukannya hari ini libur kuliah?” Marsha mengalihkan pemikirannya.
            “Urus saja siapa yang kirim card itu jangan buat Val cemburu” Leifo berlalu pergi meninggalkan Marsha yang kebingungan. Marsha bergegas menuju telepon, menelpon Awan dan juga Rinda. Beberapa menit setelah itu, Marsha bergegas mandi, ia lupa dengan Frappucinonya.
            Ting tong “Masuk deh Rin” Marsha keluar rumah. “ada perlu apa nih ngundang aku di hari libur kayak gini?” Rinda bertanya.
            “Kita makan Frappucino ama salad ini bareng-bareng, oke?” Marsha meletakkan makanan itu di depan Rinda lalu duduk. “Darimana nih? Ada yang special?Val udah nggak jutek lagi ke kamu?”
            “Ini isi kartunya, aku sendiri nggak tau itu dari siapa, tapi salad ini kelewat banyak aku nggak terlalu suka strawberry, kamu tau sendiri kan Rin?” keluh Marsha pada Rinda.
            “Aku bingung sama Marsha yang sekarang, Val kelihat ngejauh dari kamu, terus tiba-tiba ada kartu di loker, meja makan, bentar lagi apa Sha?” Rinda berceloteh. Lagi-lagi Marsha hanya menunduk.
            “Sha sha, eh, tau nggak, kemaren Grey buat resep baru, dia tunjukin itu ke aku, kayaknya dia suka benget sama permen, atau sejenisnya lah” Rinda mulai bercerita, “dan itu enak banget, siip daripada crispy buatan Val dua tahun lalu” sambung Rinda sambil mengernyit.
            “terus
            “Kamu kan tau, kalo Grey pernah bilang ke aku dia suka sama gadis penggemar Blueberry, aku nggak tau gadis itu siapa, yang jelas dia ada di Cooking School, dan itu bukan aku” kata Rinda muram.
            Marsha langsung tersenyum.Apa itu aku ya? Atau gadis laen yang suka blueberry?’ Marsah membayangkan itu, Grey cowok yang pendiam, bisa dibilang saingan Val di perkumpulan cowok ganteng di sekolah, tetapi sayang, Grey tidak seaktif Val yang selalu dipuji guru soal memasak. Marsha pernah kagum padanya, hanya beberapa bulan sebelum ia menaruh hati pada Val.
            “Kok bengong sih Sha?” Rinda mengagetkan lamunannya. “terpikat sama cerita aku ya? Atau jangan-jangan kamu penasaran sama gadis Blueberry itu?” Rinda mulai menggoda Marsha.
            “Apaan sih Rin nggak penting banget” Marsha tersipu. Tidak tau apa yang dipikirkannya.
            dek Marsha, ada telepon dari teman” pembantu Marsha lari terbirit memberikan telepon itu pada Marsha, dengan cepatnya, Marsha menerima.
            “Halo?”
            “Ini aku Sha, gimana kabar kamu?” kata laki-laki itu di seberang.
            “Val??? Aku baik, kamu sendiri?” jawab Marsha bersemangat. ‘Sungguh, aku rindu suara ini’ batin Marsha dalam hati.
            “Aku baik, aku boleh minta tolong sesuatu?” suaranya terdengar jelas, tetapi agak lemah. ‘Syukurlah dia baik’ Marsha merasa lega.
            “Tentu, Val ada apa?” Marsha masih menggenggam erat telepon. Rinda masih melihat sahabatnya yang sedang bergembira itu.
            “Gantikan aku di acara lomba cooking lima hari lagi, sekolah butuh kamu Sha…, aku juga” suaranya terdengar memohon.
            “Kenapa tiba-tiba??” Marsha mengerutkan kening.
            “Tidak bisa dijelaskan, Sayang, kamu mau kan? lakukan buat aku”
            “Aku belum mampu”
            “Kalo kamu cinta sama aku, kamu bisa lakuin itu Val masih meyakinkan.
            “Baik, aku lakukan itu, karena cinta..
“Val” Marsha memanggilnya perlahan.
            “Ya?”
            “Ada yang kamu sembunyiin dari aku?” Marsha merasakan kekhawatirannya.
            “Tidak ada apa-apa aku tutup telponnya, love you”
            “Love you too..” Marsha menutup telponnya. Ia masih belum mengerti.
            Ia berjalan gontai menemui dan duduk di samping Rinda. Pikirannya masih berkelut dengan pembicaraannya dengan Val. Marsha mencoba melupakan dan membuang semua firasat buruknya. Dan tentu, ia harus melaksanakan tugas berat dari kekasihnya itu. “Ehm, ada yang baru ditelpon nih” Rinda tersenyum menyindir. “Ceritakan padaku Sha” lanjut Rinda.
            Marsha membuka mulut. “Aku akan mengikuti lomba itu, cooking Competition with Love”
            “Hah?? Gimana bisa? Keputusan guru kita buat nunjuk Valentino udah bulat Sha, jangan bilang kalo Valentino suruh kamu buat gantiin dia?” Rinda ngotot meminta penjelasan dari Marsha.
            “Aku nggak tau alasan Val minta itu ke aku, tapi aku nggak bisa bilang nggak, aku sayang sama Val, Rin” Marsha jujur pada Rinda.
            Rinda mulai mengerti apa yang dirasakan sahabatnya. “Terserah deh Sha, aku Cuma bisa bantu kamu di lomba itu, dan sekarang kesempatan kamu buat jadi koki sesungguhnya and jadi partner seorang Grey!”
            “Grey??”
©©©

            Sudah dua hari tanpa Val di sisi Marsha, ia sudah tidak menerima kabar sejak Val telepon Marsha. Tidak masalah buat Marsha, yang penting ia bisa mendoakan kekasihnya itu dan memasak seperti apa yang dijanjikannya. Marsha juga masih heran, Val tidak datang ke sekolah dua hari ini. Mungkin dia benar-benar sibuk, yang jelas ia tidak mau mengecewakan Val. Sudah dua hari terlewat, Grey dan Marsha baru bisa berkumpul di dapur sekolah bersamaan. 
            “Sudah siap nona?” suara Grey mengagetkan Marsha. Marsha masih ragu, lalu ia menjawab mantab, “Tentu!! Apa yang harus kita lakukan terlebih dahulu?” Grey mengernyit, berpikir. “Kamu ingin kita melakukan apa?” lalu ia tersenyum. Sepertinya Grey berselera humor, tapi Marsha tidak terlalu suka itu.
            “Maaf, pikirkan ide apa yang akan kita buat saat lomba nanti, karena itu adalah hak yang sudah sekolah berikan ke kita, sekolah percaya kita seratus persen” Grey menyentuh hidung Marsha. Sungguh, anak ini membuat jengkel Marsha.
            Sejak hari itu, Marsha dan Grey selalu sibuk, berlatih menemukan resep baru dan menarik, sesuai dengan tema Love yang dipilih sekolah. Ada tiga resep yang akan mereka sajikan, minuman cinta, makanan level berat, dan juga pencuci mulut. Mereka berdua sering cekcok karena berbeda pendapat, tetapi setelah itu, ada saja yang mereka temukan berdua.
            “”Kamu tuh yang nggak pernah bisa beres kalo kerjain sesuatu, kebersihan itu juga dinilai Grey, apalagi keindahannya..” Marsha mulai naik darah ketika tau Grey tidak mengerjakan sesuai aturan memasak.
            “Kita istirahat dulu yuuk..” Grey mengajak Marsha keluar dapur. Sesat mereka berdua terlihat dekat, dan di saat itu juga, Marsha semakin ingat dengan Val. Sudah terlalu rindu.
            “Sudah siap buat besok?” Grey bertanya pada Marsha.
            “Aku siap”
©©©

            HP Marsha bergetar, ternyata SMS dari mama Val? Marsha segera membacanya.
            “Sha, Val di rawat di rumah sakit seminggu lalu, Val melarang mama bwt bilang ini ke Marsha, kalo bisa, sempatkan diri kamu buat datang”
            Marsha lemas, ini yang dirahasiakan oleh Val, Marsha egois, dia selalu bersikap tidak peduli padanya. Marsha berlari, menemui Grey. “Grey, Val ada di rumah sakit, aku harus ke sana, ijinkan aku, please” Marsha meminta. “lomba akan dimulai lima belas menit lagi, Sha” Grey kebingungan.
            “Tapi
            “Sha, kamu sendiri kan yang bilang, kamu akan memasak buat Val, lakukan itu sekarang”
            “Val sakit seminggu lalu, dan aku sebagai kekasihnya tidak menjenguk? Menemaninya? Aku egois Grey!!” Marsha meluapkan semuanya. Di luar dapur sekolah sudah ramai oleh penonton dan juga juri, kini Marsha bingung dengan batinnya.
            “Aku tau Sha, tapi Val lebih senang kalo kamu ikut kompetisi ini”
            “Grey, jangan sok nasehati aku, kamu nggak tau perasaan aku sekarang” Marsha mencoba menjelaskan perlahan dan buru-buru mengemas barangnya. “Kalian berdua sama-sama egois, keras kepala, aku tau perasaan kamu, juga Valentino”  
             “Berikan permen special itu untuk Valentino, setelah kompetisi ini selesai, jangan hancurkan kreatifitas kamu sekarang, please...” lanjut Grey sambil memegang tangan Marsha. “Kamu nggak ada hak bilang gitu ini urusan perasaan aku” Marsha melepas genggaman tangan Grey.
            “Ada, karena aku juga sayang sama kamu Sha, sama dengan Valentino, ini buat kepentingan kita semua, aku akan berpikiran sama dengan Valentino kalo aku ada di posisi dia” hanya kebisuan yang ada. Marsha sama sekali tidak menjawab, dia masih linglung sesaat.
            Ada perasaan tulus di mata Grey, tapi tak cepat disimpulkan oleh Marsha. “Baik, aku di sini” kata Marsha cepat.
©©©

            “Grey, buruan ya aku mau tunjukin kemenangan kita buat Val” Marsha sedikit memohon pada Grey yang sedang sibuk menyetir mobil matic- nya. “Sha aku minta maaf buat kata-kata yang lancang aku ucapin sebelum kompetisi” kata Grey sambil terus menyetir. Laki-laki itu sesekali menatap Marsha, damai.
            “Hidup itu pilihan Grey, seperti candies, ia akan datang memberimu pilihan untuk menyukainya atau tidak, dan aku baru menyadari itu setelah kamu memberiku kesempatan untuk membuat candies itu menjadi sebuah pilihan untuk tuannya, apakah aku akan menggunakan blueberry kesuakaanku, orange kesukaanmu, atau chocolate milik Val. Ternyata tidak semudah itu, memilih sebuah pilihan. Dan saat itu, aku memutuskan untuk mencampur semua pilihan itu dalam candies ku, dalam hidupku. jadi aku yakin kamu sudah ada dalam candies ku, sebagai sahabat sejati” Marsha tersenyum menatap Grey dan ia semakin yakin jika memasak adalah dunianya dengan Val.
            “Kita sudah sampai, aku ingin cepat-cepat memberikan candiesku untuk Val, kamu ingin menemani Grey?” Marsha memberi tawaran baik untuk Grey, tetapi Grey menggeleng, lalu tersenyum dan pergi meninggalkan Marsha yang sudah tidak sabar lagi.
©©©

            Sore yang merambat murung menambah kesunyian Marsha yang duduk di samping Val. Sungguh, bila Marsha kenang kembali perjalanan hidupnya selama ini, Marsha merasa ada sesuatu yang hilang beberapa hari ini, mungkin sosok Valentino yang amat dicintainya, atau mungkin saja ia kehilangan sosok dirinya yang dulu tidak pernah egois dan menentang pendapat sahabat-sahabatnya itu.
            Lalu Marsha teringat perbincangannya dengan Grey di siang hari di taman sekolah setelah kompetisi itu.
            “Aku dan Val adalah sahabat karib, kami seperti gula batu dan gula pasir, saling melengkapi, kemarin, dia memintaku untuk membuat candy special dengan nama blue-orange chocolate candy di kompetisi itu, kamu tau Sha? Val bilang dia tidak membenci candy, dia suka milk, strawberry, dan juga Frappucino. Dia bilang semua makanan manis itu melekat di hatinya, sama seperti dirimu yang begitu manis yang sudah singgah di hatinya. Dia tidak ingin kesukaannya hilang dari hatinya, dia tersenyum senang ketika menemukan ide membuat candy itu. Ia ingin membuat manis hubungan kalian yang sempat renggang karena Val sakit. Dia sengaja memintamu untuk menggantikan dia, dan itu merupakan scenario Sha bukan tiba-tiba, dia nggak ingin membuat masam wajah kamu dengan keadaannya. Mungkin penyakitnya serius, tapi yang jelas, Valentino rindu dengan candy itu, berikan itu padanya sebagai tanda cintamu buat dia”
            ‘Aku nggak boleh nangis, Val, aku bahagia sekarang, aku bisa buat candy itu buat kamu, aku harap itu bisa buat kamu senyum lagi, biar kita bisa sama-sama habisin waktu di dapur cuma buat candy
            Marsha kaget melihat Leifo di sampingnya, “Kakak?”
            “Kita pulang sekarang Sha mama nyariin kamu” Leifo memegang pundak adik kesayangannya itu.
            “Kak, Valentino kan yang kirim Frappucino itu buat Marsha? Kenapa kakak nggak bilang?” mata Marsha masih terus memandang Valentino yang lemas di atas ranjang rumah sakit.
            “Valentino akan selalu nunggu candy dari kamu, dia setia…, kita pulang sekarang” Leifo memaksa Marsha untuk pulang, Marsha mengangguk setuju. “Val, aku pulang dulu, lekas sembuh ya Love you” Marsha meletakkan candy itu di meja Val, lalu ia bergegas keluar.
©©©
            Epilog.
            Dear my love candy, I love blueberry. Forever in my heart.
“Valentino”   

0 komentar:

Posting Komentar